Sabtu, 10 Juli 2010

Pelestarian ayam hutan

Di Indonesia, masalah pelestarian alam difokuskan kepada tiga aspek utama yaitu perlindungan proses ekologi sebagai pendukung kehidupan, pengawetan keragaman genetika dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam.
Tekanan penangkapan ayam hutan untuk diperjual belikan maupun untuk pembentukan ayam Bekisar dapat mengganggu populasi ayam hutan di alam. Faktor kondisi ekonomi masyarakat yang masih rendah dapat menyebabkan sumberdaya alam ini menjadi sasaran empuk untuk dikomersialkan. Di samping itu bertambahnya penduduk juga akan secara perlahan mengganggu habitat alam ayam hutan sehingga ayam hutan kehilangan areal habitat hidupnya. Walaupun ayam hutan saat ini belum termasuk satwa liar yang harus dilindungi akan tetapi melihat nilai ekonomi yang dimiliki maka konservasi untuk mempertahankan populasinya perlu mendapat perhatian sejak dini agar tidak terlambat.
Menurut ALIKODRA (1990) konservasi satwa liar, sebagai bagian dari konservasi sumberdaya alam secara umum, merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwa liar. Tujuan konservasi satwa liar adalah terjaminnya kelangsungan hidup satwa liar dan terjaminnya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkannya baik langsung maupun tidak langsung berdasarkan prinsip kelestariannya. Pola konservasi satwa liar di Indonesia mengikuti strategi konservasi dunia, yaitu tidak saja bertujuan untuk melestarikan spesiesspesies yang ada tetapi juga berusaha untuk memanfaatkannya bagi kesejahteraan manusia secara lestari.
Dalam pelaksanaannya, konservasi satwa liar diselenggarakan baik di habitat alamnya (in situ) maupun di luar habitat almnya (ex situ) dengan cara penangkaran. Konservasi secara in situ biasanya dilakukan di beberapa Taman Nasional yang ada di Indonesia. Taman Nasional Baluran Purwo Ijen NP di Jawa Timur memasukkan ayam hutan dalam daftar satwa liarnya sebagai satwa liar yang unik dan dilindungi di dalamnya (HADISEPOETRO dan WARDOJO, 1991). Pelestarian ex situ ayam hutan saat ini antara lain dilakukan di Kebun Binatang, Taman Safari, Taman Burung (Taman Mini Indonesia Indah).
Agar tujuan konservasi ayam hutan dapat terwujud maka perlu dilaksanakan suatu sistem pelestarian yang melibatkan peran serta masyarakat. Untuk melibatkan masyarakat pengguna menjadi pelaksana pelestarian maka harus dikembangkan konsep bahwa pemanfaatan satwa ayam hutan memerlukan pelestarian dan pelestarian dilakukan untuk pemanfaatannya. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk maksud tersebut adalah melalui pengembangan budidaya ayam Bekisar. Peran serta masyarakat pengguna ayam hutan untuk juga berupaya membudidayakan ayam hutan perlu ditingkatkan sehingga
Permintaan ayam Bekisar di masa mendatang diduga akan semakin meningkat yang akan diringi meningkatnya eksploitasi terhadap ayam hutan. Keadaan ini dan juga perusakan hutan yang merupakan habitat ayam hutan yang sangat cepat berpotensi menyebabkan punahnya ayam hutan, oleh karena itu upaya pelestarian perlu untuk dilakukan. Pemanfaatan ayam hutan untuk kepentingan pembentukan ayam Bekisar sebenarnya merupakan faktor pendorong bagi pelestarian spesies ayam hutan, karena ayam hutan hasil penangkaranlah yang lebih baik, mudah serta mempunyai peluang besar berhasil untuk dipergunakan dalam pembentukan ayam Bekisar. Motivasi para peternak pembentuk ayam Bekisar perlu juga diarahkan untuk melakukan penangkaran ayam hutan agar pemanfaatannya dapat tetap terus lestari. Peran serta dan partisipasi berbagai pihak dalam pelestarian in situ dan ex situ ayam hutan perlu terus didorong agar upaya pelestarian dapat berjalan dengan baik.

Jumat, 09 Juli 2010

Ayam bekisar, persilangan ayam hutan dan ayam kampung

Ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius) sering dikawinsilangkan dengan ayam kampung, hasil persilangannya biasa disebut ayam Bekisar. GRAY (1958) yang disitasi CRAWFORD (1984) mengemukakan bahwa hasil persilangan antara ayam domestik dengan keempat spesies ayam hutan telah juga berhasil dilakukan.
CRAWFORD (1984) mengemukakan bahwa hasil persilangan antara ayam domestik dengan ayam hutan merah, hidup dan dapat bereproduksi secara normal. Aktivitas perkawinan dan keberhasilan perkawinan ayam domestik dengan ketiga ayam hutan yang lain berkurang karena adanya perbedaan perilaku.

Hal ini didukung oleh penelitian polymorphisme protein darah oleh HASHIGUCHI et al. (1993) yang mendapatkan hasil bahwa kemiripan genetik ayam domestik dengan ayam hutan merah lebih dekat dibandingkan dengan ayam hutan hijau, sehingga kemungkinan hal ini yang mempengaruhi aktivitas perkawinan di antaranya. Ayam jantan hasil persilangan dengan ketiga spesies ayam hutan yang lain umumnya mempunyai kemampuan reproduksi lebih baik dibandingkan yang betina.
DELACOUR (1977) mengemukakan bahwa ayam Bekisar jantan fertil sedangkan ayam Bekisar betina bersifat infertil. Olehkarena itu yang dipelihara biasanya hanya ayam jantan Bekisar sedangkan ayam betina dipakai sebagai ayam potong.
Perkawinan ayam Bekisar jantan dengan ayam kampung betina menghasilkan keturunan yang memiliki ciri-ciri mirip dengan ayam kampung dan suara kokoknya akan berakhiran dengan “kuk” sehingga ayam ini disebut ayam Bekikuk. Ayam hutan jantan juga dapat dikawinkan dengan ayam kate betina, akan tetapi ayam Bekisar yang dihasilkan suaranya tidak sebaik ayam Bekisar hasil persilangan antara ayam hutan jantan dengan ayam kampung biasa (TARIGAN dan HERMANTO, 1991).
Pemilihan calon induk (ayam hutan jantan dan betina ayam kampung) dipandang sebagai tahap awal yang penting sebelum melakukan persilangan, agar dapat menghasilkan ayam Bekisar yang bermutu. Oleh karena tujuan persilangan adalah untuk memperoleh ayam Bekisar dengan suara yang merdu, berpenampilan baik dan warna bulu yang indah, maka seleksi calon induk biasanya didasarkan kepada beberapa kriteria tersebut.
Ayam hutan jantan yang dipilih sangat lebih baik jika telah jinak sehingga memudahkan dalam penanganan. Telah dewasa (berumur satu sampai tiga tahun) dan pemberani. Hendaknya ayam ini memiliki suara yang bagus (kokok yang keras, bersih dan melengking panjang), rajin berkokok, bertubuh besar dan sehat, jengger tebal, lebar dan tegak, bergerigi dan berwarna merah.
Induk betina ayam kampung juga menentukan mutu Bekisar yang akan dihasilkan. Seleksi pada ayam betina kampung dapat dilakukan dengan memperhatikan bentuk fisik (besarnya tidak melebihi ayam hutan jantan), berbulu tebal, koteknya keras dan panjang (diharapkan perpaduan dengan kokok ayam hutan jantan akan menghasilkan Bekisar bersuara bagus pula).
Untuk sifat kualitatif karena pada umumnya diatur oleh beberapa gen maka lebih mudah untuk dipilih sehingga dapat menghasilkan sifat tertentu yang diinginkan itu muncul pada Bekisar. Sifat kualitatif yang dapat dipilih untuk lebih meningkatkan penampilan Bekisar antara lain bentuk jengger, warna bulu, warna kulit, shank berbulu. Perilaku pewarisan sifat-sifat tersebut telah diketahui (NOOR, 1996). Bentuk jengger ros dan pea dominan terhadap jengger tunggal sehingga bila ingin membentuk Bekisar dengan jengger tunggal dipilih induk dengan jengger tunggal karena ayam hutan jantan sudah memiliki sifat jengger tunggal. Sifat warna bulu putih dominan terhadap bulu berwarna sedangkan bulu berwarna dominan terhadap putih resesif dan bulu hitam dominan terhadap bulu merah. Sifat shank berbulu dominan terhadap shank tidak berbulu.
TARIGAN dan HERMANTO (1991) mengemukakan cara perkawinan di antara ayam hutan jantan dan ayam kampung betina untuk menghasilkan keturunan ayam Bekisar. Ada dua cara yang dapat dilakukan, yakni secara tradisional dan secara inseminasi buatan (IB). Kedua cara mengawinkan ayam hutan jantan dan ayam betina kampung tersebut didasarkan pada perlakuan sebelum terjadinya proses perkawinan.

Kamis, 08 Juli 2010

Permasalahan penangkaran ayam hutan

Penjinakkan ayam hutan dari sumber penangkapan di alam akan banyak menemui kendala karena sifat ayam hutan yang sangat liar. Penjinakkan diperlukan agar penanganan terhadap pelaksanaan perkawinan labih mudah dan ayam hutan jantan berani dan mau mengawini ayam kampung betina.

Akan tetapi proses penjinakkan ini sangat sukar karena ayam hutan jantan hasil tangkapan pada umumnya mengalami stress berat yang berkepanjangan dan tidak jarang mengalami kematian. TARIGAN dan HERMANTO (1991) mengemukakan bahwa kematian pada umumnya terjadi karena ayam hutan sering kelabakan di dalam kandang hingga mengakibatkan luka-luka di kepala dan terjadi infeksi hingga mati atau karena stress berat sehingga tidak mau makan dan akhirnya mati.
Pada prinsipnya penjinakkan ayam hutan baik jantan maupun betina memerlukan proses yang lama dan memerlukan kesabaran dan ketekunan. Upaya mengindari luka saat kelabakan dapat dilakukan dengan membuat kadang yang terbuat dari anyaman daun kelapa yang diperkuat dengan jepitan bambu atau dengan merentangkan kain atau goni bekas di bagian atas dalam kandang agar saat kelabakan tidak mengenai kurungan. Kemudian kandang ditutup dengan kain dan secara bertahap dibuka sedikit demi sedikit. Kandang sebaiknya ditempatkan pada tempat yang sering dilalui orang agar terbiasa dengan keadaan yang ramai. Untuk mengurangi stress ayam harus dimandikan dua minggu sekali dengan menggunakan semprotan air terutama di musim kemarau.
Cara yang mempunyai kemungkinan berhasil lebih tinggi adalah dengan menetaskan telur ayam hutan yang dititipkan pada ayam kampung betina yang sedang mengeram dan setelah menetas dipelihara bersama dengan anak ayam kampung lainnya. Dengan cara ini maka proses penjinakkan akan lebih mudah dan anak ayam hutan akan lebih mengenal dan terbiasa dengan ayam kampung lainnya sehingga pada waktu dewasa ayam hutan jantan akan lebih mudah untuk dijodohkan dengan ayam kampung betina.
Penangkaran ayam hutan adalah cara terbaik untuk tetap dapat mempertahankan populasi ayam hutan dan untuk keperluan pembentukan ayam Bekisar. Penangkaran akan lebih mudah dilakukan dengan jalan penetasan dan pembesaran bersama ayam kampung. Apabila diperoleh beberapa ekor anak jantan dan betina hasil penetasan dan pembesaran, ini dapat dijadikan sebagai stok awal dalam memperbanyak populasi ayam hutan yang ada tersebut.
Penangkaran ayam hutan dan mengembangkan populasinya tidak cukup mudah walaupun ayam hutan yang dipelihara sudah cukup jinak. Ayam hutan adalah salah satu satwa liar yang mungkin dapat dibudidayakan akan tetapi sukarnya ayam hutan dalam berkembang biak merupakan salah satu masalah yang akan dihadapi jika akan dibudidayakan. Hasil penelitian NURDIANI (1996) selama 90 hari terhadap lima pasang ayam hutan menunjukkan bahwa ayam hutan yang dipelihara di dalam kandang tidak pernah melakukan perkawinan walaupun telah disekandangkan bersama setelah enam bulan. Hal ini terjadi diduga karena ayam hutan tersebut masih mengalami cekaman/stress karena pengandangannya sehingga menurunkan fungsi sistem reproduksinya.
Kesukaran dalam perkembangbiakan ayam hutan nampaknya dapat diatasi jika ayam huatan dipelihara dengan tidak dikandangkan yaitu di dalam lingkungan yang mirip dengan habitat aslinya. Hasil penelitian NURDIANI (1996) menunjukkan bahwa ayam hutan yang dipelihara di dalam kubah Taman Burung, Taman Mini Indonesia Indah dapat berkembangbiak sepanjang tahun dan bahkan tidak mengenal musim kawin seperti ayam hutan di habitat alamnya yang berlangsung sekitar bulan Juli dan Nopember. Dengan tempat hidup yang memiliki lingkungan yang nyaman sepanjang tahun dan menjamin ketersediaan bahan pangan yang cukup, nampaknya dapat meningkatkan perkembangbiakan ayam hutan.

Rabu, 07 Juli 2010

Tingkah laku dan habitat ayam hutan

Ayam hutan merah hidup berkelompok membentuk suatu kumpulan yang paling besar di antara kerabatnya. Pejantan yang kuat dapat menguasai tiga sampai lima ekor betina. Pejantan muda hidup menyendiri atau membentuk kelompok sendiri sampai tiga ekor.
Ayam hutan merah dapat hidup sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut, baik di daerah kering atau hutan lebat yang lembab. Sarang ayam hutan merah terletak di pohon-pohon. Jumlah telur setiap pembiakan paling banyak enam butir.
Ayam hutan merah mulai berganti bulu pada bulan Juni sampai September, dan mulai tumbuh kira-kira pada awal tahun. Makanannya berupa makanan segar yang tidak mengandung lemak. Ayam hutan yang dipelihara dapat menerima makanan berupa pelet, biji-bijian, hijauan, grit dan makanan tambahan lainnya (WALUYO dan SUGARDJITO, 1984; MUFARID, 1991).
Ayam hutan hijau merupakan unggas pesisir dan lembah-lembah yang hidup bergerombol di tepian hutan. Di siang hari, ayam ini biasa berkeliaran di rerumputan yang berbatu-batu, bersemak atau pepohonan perdu dan tidak jarang berkeliaran di dekat perkampungan terutama di persawahan atau ladang, di antara rumpun-rumpun bambu serta di antara semak-semak belukar. Setelah matahari terbenam ayam ini tidur sambil bertengger di atas dahan pepohonan. Walupun lebih menyukai iklim yang panas dan kering, namun kadang-kadang dapat ditemukan juga di tepi hutan pegunungan sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut (WOOD-GUSH,1971).
Secara umum kehidupan sosial ayam hutan hijau terbagi menjadi dua tipe, yaitu golongan soliter dan golongan yang membentuk kelompok. Golongan yang membentuk kelompok umumnya terdiri dari dua sampai sepuluh individu berbeda dengan ayam hutan lainnya, Gallus varius bersifat monogami (ARIFINSJAH, 1987).
Musim bertelur ayam hutan hijau sangat beragam, namun biasanya telur banyak ditemukan pada bulan Juni sampai Nopember (DELACOUR, 1977). Telur yang dihasilkan tiap satu periode enam sampai 12 butir (WOODGUSH,1971) yang diletakkan pada sarang terdiri dari ranting, daun-daun dan rerumputan yang disusun di atas tanah di bawah semaksemak atau pohon yang tidak terlalu tinggi. NISHIDA et al. (1985) melakukan observasi dan menemukan bahwa produksi telur ayam hutan hijau berkisar lima sampai tujuh butir dalam satu clutch.
Makanan ayam hutan hijau adalah bijibijian, rumput-rumputan, serangga, binatang kecil lainnya; seperti jangkrik, belalang dan lain lain (MUFARID, 1991). Aktivitas makan dilakukan pada pagi hari sampai pukul 07.30 dan sore hari sekitar pukul 15.30 sampai menjelang matahari terbenam (ARIFINSJAH, 1987).

Senin, 05 Juli 2010

ayam hutan ciri-cir dan penyebaranya

Nenek moyang ayam-ayam piaraan yang sekarang tersebar di berbagai wilayah di dunia berasal dari daerah India, Burma, Sri Langka, Semenanjung Malaka, Filipina, Sumatera dan Jawa. Ada empat spesies ayam liar yang semuanya digolongkan dalam genus Gallus. Keempat spesies ayam liar tersebut dikenal dengan sebutan ayam hutan, yaitu ayam hutan Ceylon (Gallus lafayetti Lesson), ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratti Temmick), ayam hutan merah (Gallus gallus Linnaeus), dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw) (HUTT, 1949).
Ayam hutan Ceylon (Gallus lafayetti Lesson) banyak ditemukan di Sri Langka. Ciri utama ayam ini mempunyai warna bulu mirip ayam hutan merah. Pada ayam jantan, bulu bagian dada berwarna merah jingga dan coklat gelap dan yang betina mempunyai bercakbercak coklat pucat dan coklat gelap atau bercak lurik, jengger pada bagian tengahnya berwarna kuning serta telurnya totol-totol. Sayap dan ekor mempunyai lurik coklat hitam
(HUTT, 1949; WALUYO dan SUGARDJITO, 1984).

Ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratti Temmick) tersebar di bagian Barat dan Selatan India dari Bombay sampai Madras (HUTT, 1949). Ayam jantan mempunyai warna bulu dada kombinasi antara warna hijau, hitam dan putih. Ujung sayap dan ekor mengecil seperti cacing. Bulu dominan pada jantan dan betina adalah abu-abu dan perak sedangkan pada bagian leher ada lurik putih (WALUYO dan SUGARDJITO, 1984).

Ayam hutan merah (Gallus gallus Linnaeus) tersebar meliputi dari India, Burma, Siam, Cochin, Cina, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia dapat ditemukan di Sumatera, Jawa, Lombok dan Timor (HUTT, 1949; WALUYO dan SUGARDJITO, 1984). Ayam jantan memiliki bulu dada berwarna hitam, jengger tunggal berukuran besar dan bergerigi yang berwarna merah. Bulu leher panjang dan sempit, punggung dan sayap berwarna coklat. Mempunyai pial dua buah yang terletak di antara kedua belah tulang rahang bawah. Bulu ekor berjumlah 14 lembar. Ayam hutan betina pada umumnya mempunyai jengger yang bervariasi, ada yang tidak tampak (sangat pendek) ada pula yang mencapai ukuran 10 mm. Sayap ayam betina bulunya berwarna merah kecoklatan dan lurik hitam. Cakarnya berwarna gelap (hitam kehijau-hijauan) dan telurnya berwarna coklat atau merah kekuningkuningan kadang-kadang ditemukan yang berwarna putih polos (HUTT, 1949; WALUYO dan SUGARDJITO, 1984; MANSJOER, 1987).

Ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw) hanya ada di Indonesia yaitu tersebar di Pulau Jawa, gugusan Pulau Madura, Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, Flores dan Kepulauan Alor (SUDIRO, 1993; NISHIDA et al., 1980). Ayam jantan mempunyai bulu badan berwarna dasar hitam dengan diselimuti bulu-bulu berwarna hijau mengkilap seperti sisik pada sayap dan berujung merah kekuning-kuningan bergaris hitam pada daerah punggung. Bulu leher bulatbulat kecil, berujung tumpul dan pendek, warnanya kekuning-kuningan bersisik hijau mengkilap. Jengger besar, bundar tak bergerigi, berwarna pelangi. Pial tunggal terletak di antara kedua tulang rahang, berukuran besar dan berwarna pelangi. Cuping telinga berukuran kecil, warnanya pelangi juga.
Bulu ekor sebanyak 16 helai berwarna hitam mengkilap. Kaki kecil dan kuat, bersisik kecilkecil teratur rapat, warnanya coklat tua. Ayam betina mempunyai bulu dada dan bulu badan bagian bawah berwarna coklat pucat. Bulu pada sayap, punggung dan ekor warnanya coklat tua berujung kuning dan bergaris-garis hitam. Bulu ekor meruncing pada ujungnya. Jengger ukurannya kecil, warnanya merah pucat dengan gerigi kecil-kecil. Memiliki pial sepasang berukuran kecil berwarna merah segar. Kaki berwarna coklat pucat sedikit kehijau-hijauan, sisik-sisik halus dan rapat. Telur berukuran kecil, warnanya putih kekuning-kuningan (SUDIRO, 1993).

Minggu, 04 Juli 2010

Bisnis Budidaya Ayam Bekisar

Ayam Bekisar merupakan keturunan F1 hasil perkawinan ayam hutan jantan (Gallus varius) dan ayam Kampung betina (Gallus gallus domesticus). Bekisar dikembangkan sebagai ayam kesayangan untuk menghasilkan ayam hias yang indah bulunya, dan terutama untuk mendapatkan keindahan suaranya dengan suara kokok yang memikat.

Warna bulu ayam bekisar didominasi oleh warna bulu ayam Kampung betina yang digunakan, tetapi postur tubuh, sifat dan suaranya sangat tergantung pejantannya yaitu ayam Hutan Hijau. Pada awalnya penggemar Bekisar hanya menyukai warna Merah dan Hitam, saat ini warna ayam Bekisar sangat beragam bahkan keindahan warna bulu ayam Bekisar sering digunakan sebagai salah satu kriteria dalam lomba Bekisar.


Warna dasar ayam Bekisar mempunyai delapan warna dasar favorit yaitu Merah, Hitam, Putih, Kuning, Wido, Kelabu, Blorok, dan Jali. Ayam Bekisar menjadi lambang fauna (maskot) Propinsi Jawa Timur. Ayam Bekisar berasal dari pulau Kangean, sebuah pulau kecil sebelah timur Madura, termasuk wilayah kabupaten Sumenep. Ayam ini menyebar ke seluruh pulau Madura, Jawa, Bali, dan Wilayah Lombok, Komodo, Flores. Selain di wilayah tersebut ayam Bekisar sulit dijumpai. Ayam Bekisar merupakan fauna maskot provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan Wikipedia Indonesia, ada tiga jenis ayam bekisar :

1. Gallus aenus yang berjengger bergerigi delapan kecil, pial berukuran sedang, warna bulu pada lapisan atas ungu dengan plisir kuning emas.
2. Gallus temminckii memiliki jengger bergerigi emas, pial berwarna jambu, bulu merah mengkilap dan berplisir merah kecoklatan.
3. Gallus violanceus dengan jengger bergerigi bagus, ukuran pial sedang, warna bulunya ungu dengan permukaan yang halus.

Beberapa macam ayam Bekisar yang terkenal keindahannya yaitu :

1. Bekisar Kangean (Madura), dibentuk dari induk betina berbulu satu macam misalnya hitam, merah, putih, kuning, dan abu – abu.
2. Bekisar Putih (Yogya), berwarna putih mulai dari paruh, hingga telapak kaki kecuali jengger, pial, dan cuping berwarna merah.
3. Bekisar Hitam (Parakan), silangan dengan ayam Kedu Hitam betina. Bentuk tubuh tinggi, besar, tegap dan berbulu hitam.
4. Bekisar Multiwarna (Solo), kaya akan warna dan suaranya sangat nyaring dengan ujung suara meninggi, ukuran tubuh sedang. Ayam Bekisar multiwarna mempunyai bulu warna – warni dengan bulu leher, bulu pelana, dan bulu hias berwarna merah menyala.

Secara umum, ayam bekisar merupakan hasil perkawinan antara ayam hutan jantan dengan ayam kampung betina. Sehingga, ayam bekisar ini mewarisi fisik ayam kampung betina, tetapi dengan bulu seindah ayam jantan hutan yang hitam kehijauan.

Sayangnya, ayam jenis ini walau punya suara kokok nan merdu, akan tetapi mewarisi sifat mudah stress dan mudah mati seperti ayam hutan jantan. Tak heran jika banyak pihak mencoba mencari persilangan genetik ayam bekisar yang terbaik.

Salah satunya adalah Heri Sunarso, pemilik peternakan ayam bekisar Sundoro Farm di Bantul, Jogjakarta. Gara-gara hobi beternak ayam hutan, bapak 45 tahun ini malah dapat menernakan ayam bekisar varietas langka.

Ayam bekisar tersebut didapat dari hasil persilangan antara keturunan ayam jawa dan ayam pelung Cianjur yang kemudian disilangkan dengan ayam hutan jantan. Persilangan ini akan menghasilkan bekisar bernada suara tinggi, panjang dan tidak pecah. Dus, punya ketahanan fisik serupa ayam kampung.
"Sampai saat ini jenis ini sangat sulit diperoleh," ujar Heri yang sudah beternak ayam hutan sejak tahun 1983 ini.

Untuk indukan, harga ayam jawa berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 75.000 per ekor, sementara ayam pelung Rp 150.000 per ekor. Lalu, harga ayam hutan jantan siap kawin Rp 750.000 per ekor.
Heri sendiri saat ini mempunyai sekitar 15 indukan ayam hasil persilangan antara ayam jawa dengan ayam pelung. Dan sekitar 12 indukan ayam hutan jantan.

Untuk keturunan ayam jawa dan ayam pelung yang dijadikan indukan, dibiarkan bebas berkeliaran di halaman atau pekarangan. Sementara pakannya hanya bekatul dan jagung saja.

Sementara untuk indukan ayam hutan jantan, harus diberikan kandang khusus. Pakannya juga khusus. Misalkan campuran beras merah dan BR (pakan khusus ayam). Tak lupa, asupan serangga seperti jangkrik dan kroto setiap tiga hari sekali untuk menjaga stamina. Serta vitamin ayam tiap tiga hari sekali.

Sayangnya, banyak ayam hutan jantan yang lantas 'gering' atau stress dan kemudian mati, beberapa saat setelah dikawinkan.

Untuk mendapat anakan bekisar kualitas bagus, musim kawin terbaik adalah pada musim kemarau. Atau sekitar bulan Maret sampai bulan Agustus. "Kalau kawinnya musim dingin, telurnya tidak mau menetas," lanjut Heri.

Setelah kawin, masa eram telur ayam bekisar berlangsung selama 21 hari. Sekali bertelur bisa didapat sekitar 12 telur. Tetapi yang hidup hanya separuhnya. Setelah dua minggu dari menetasnya telur, para indukan bisa kembali dikawinkan.

Anakan ayam bekisar kemudian dipilah berdasar kualitasnya. Dari enam telur yang menetas, paling hanya satu yang berkualitas. Artinya, dari 60 telur yang menetas, 50 anakan merupakan kualitas yang tidak terlalu baik. "Jika kualitasnya tidak terlalu bagus maka dalam usia dua minggu sudah dijual seharga Rp 100.000 per ekor," lanjut Heri.

Maka, untuk penjualan anak ayam bekisar usia dua minggu ini Heri sudah mengantongi omzet penjualan sebesar Rp 5 juta. Sementara untuk yang berkualitas bagus, bakal dibesarkan sampai usia enam bulan sampai 12 bulan. Dan dijual seharga Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per ekor.

Untuk pakan, diterapkan mirip dengan pakan ayam kampung. Namun untuk anak ayam usia satu hari sampai dua bulan, diberi pakan BR1. Untuk menghindari penyakit flu dan muka bengkak atau CRD, anakan bekisar ini diberi vaksin khusus ayam tiap tiga bulan sekali.

Nah, bagi ayam bekisar kualitas bagus, setelah terbukti selalu menang dalam perlombaan, harganya bakal naik berpuluh kali lipat. Heri bercerita, salah satu pembeli ayam bekisar ternakanya pernah melepas ayam bekisarnya seharga Rp 20 juta setelah ayam tersebut beberapa kali memenangkan perlombaan. Padahal, ayam tersebut dibeli dari peternakan Heri seharga Rp 1,6 juta saja. "Saya tidak kebagian bonus penjualan ayamnya,"

Cara Budidaya Ayam Bekisar
"Penemu" ayam bekisar adalah masyarakat pulau Kengean di sebelah tenggara pulau Madura. Di sana masyarakatnys secara iseng mengawinkan induk betina ayam kampung mereka dengan jago ayam hutan hijau. Cara perkawinan ala Kangean ini sangat unik. Kebetulan mereka sudah punya jago ayam hutan hijau yang relatif jinak. Hingga pemeliharaannya cukup dengan diikat salah satu kakinya dengan tali kain. Kepada jago ayam hutan hijau itu didekatkan ayam hutan hijau betina. Setelah ayam hutan jantan itu bermaksud untuk mengawininya, maka disusupkan ayam kampung betina di bawah ayam hutan betina tersebut. Untuk itu, sebuah lubang dangkal telah dipersiapkan di "lokasi perkawinan" tersebut.

Hingga yang terjadi adalah, jago ayam hutan hijau itu "nangkring" dan mematok ayam hutan betina, tetapi yang dikawininya adalah ayam kampung. Teknik perkawinan ala Kangean ini disebut sebagai "kawin dodokan". Selanjutnya, ayam betina kampung yang sudah dikawini jago ayam hutan itu, di pantatnya diikatkan tempurung kelapa sebagai "celana". Maksudnya agar dia tidak dikawini oleh ayam jago kampung. Telur yang dihasilkan oleh ayam betina yang dikawini ayam hutan ini, kalau menetas pasti akan menjadi bekisar sekitar 25 %.

Karena teknik perkawinan ala Kangean ini sangat rumit, maka dikembangkanlah teknik perkawinan ala Surakarta. Di sini, jago ayam hutan hijau ditaruh dalam satu kurungan dengan ayam betina kampung. Mula-mula mereka ditaruh dalam dua kurungan yang berbeda, tetapu ditaruh berdekatan. Setelah kelihatan bahwa ayam hutan jantan itu naksir, baru mereka disatukan. Perkawinan ala Surakarta ini terjadi secara alamiah. Kendalanya, ayam hutan jantan hanya mau naksir ayam betina kampung yang berperawakan kecil (mirip ayam hutan betina) dan yang warna bulunya "lurik" cokelat abu-abu. Teknik perkawinan untuk menghasilkan bekisar cara mutakhir adalah dengan kawin suntik.

Penyilangan ini harus terus menerus dilakukan untuk menghasilkan bekisar, sebab hasil silangan ayam hutan dengan ayam kampung akan selalu mandul. Sampai saat ini, bekisar tetap diproduksi oleh para penangkar. Namun "gaungnya" di masyarakat sudah tidak seperti tahun-tahun 1980an. Di lain pihak, muncul pula upaya untuk melestarikan keberadaan ayam hutan hijau yang habitat aslinya semakin rusak. Upaya itu adalah dengan "domestifikasi". Salah satu institusi yang sudah mulai tampak berhasil menjinakkan ayam hutan hijau adalah Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta.


Sumber:
http://pakarbisnisonline.blogspot.com

Sabtu, 03 Juli 2010

Peluang usaha, ternak ayam bekisar

Usaha ternak ayam Bekisar mempunyai peluang yang baik dari sisi pemasaran di dalam negeri. Pasar ayam Bekisar di dalam negeri cukup besar dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat yang kemungkinan akan banyak memunculkan penggemarpenggemar Bekisar baru. Mengingat harga jual Bekisar yang relatif cukup tinggi nampaknya memang Bekisar hanya terjangkau untuk kalangan menengah ke atas.
Namun demikian justru untuk kalangan inilah kelihatannya Bekisar diperlukan, sebagai ternak kesenangan/kesayangan penghilang kejenuhan dan stress di sela-sela waktu senggangnya yang telah dipenuhi dengan banyak kegiatan. Bagi kalangan ini cukup mudah mengeluarkan uang untuk membeli Bekisar, yang terpenting kesenangan atau hobinya dapat terpenuhi dengan memelihara ayam Bekisar.

Di sisi lain dengan harga yang relatif tinggi merangsang para peternak Bekisar untuk berkreasi melakukan persilangan untuk membentuk ayam-ayam Bekisar yang lebih menarik lagi. Para peternak akan berlomba membentuk ayam Bekisar dengan suara kokok dan keindahan bulu yang lebih memikat. Hal ini ditunjang dengan adanya penyelenggaraan kontes atau festival ayam Bekisar yang di beberapa daerah telah diselenggarakan secara reguler, di mana ayam Bekisar yang telah memenangkan kontes dengan sendirinya akan meningkat nilai jualnya.
Perkumpulan penggemar ayam Bekisar yang telah terbentuk di beberapa daerah juga dapat dijadikan sebagai ajang tukar menukar informasi untuk saling bertukar pikiran dalam upaya mendukung pengembangan usahaternak jenis unggas ini.
Harga ayam Bekisar yang relatif tinggi di samping dikarenakan suara kokok yang merdu dan keindahan bulunya, juga sebenarnya populasi ayam ini masih tidak banyak (langka). Penyebab kelangkaan adalah beberapa kesukaran yang ditemui dalam pelaksanaan persilangan dengan ayam kampung. Upaya menjodohkan ayam hutan jantan dengan ayam kampung betina tidak mudah dan tidak selalu berhasil. Bahkan ayam hutan jantan bisa merasa takut melihat ayam betina kampung karena warna bulunya atau karena ukuran tubuhnya yang lebih besar.
TARIGAN dan HERMANTO (1991) mengemukakan bahwa pada umumnya ayam Bekisar yang memiliki suara bagus, harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Harga ini akan lebih tinggi lagi jika ditunjang dengan postur tubuh yang gagah dan warna bulu yang indah. Bahkan jika dapat menjadi juara dalam kontes, harganya dapat mencapai puluhan juta rupiah. Sebagai bahan informasi pada Tabel 1 diperlihatkan harga ayam Bekisar dan telur ayam bekisar di pasaran Madura.
Tabel 1. Harga ayam Bekisar dan telur ayam Bekisar di Madura
Jenis Bekisar Harga (rupiah)
Telur 10.000,-
Umur
1 hari 18.500,- – 19.000,-
1-2 bulan 36.500,- – 40.500,-
4-5 bulan 47.000,- – 48.500,-
Suara
Kodin 81.500,- – 88.000,-
Kepala Kodin 127.000,- – 134.500,-
Pradu 340.000,- – 405.000,-
Nyothing 666.500,- – 633.500,-
Sumber: TARIGAN dan HERMANTO (1991)
Melihat kelebihan yang dimiliki ayam Bekisar yaitu kemerduan/keunikan suara kokoknya dan keindahan bulu yang dimilikinya maka jenis ayam ini dapat dijadikan sebagai bagian dari dayatarik fauna bagi turis asing. Dengan promosi yang baik maka peluang bagi ayam Bekisar untuk diekspor sebagai komoditas khas Indonesia menjadi cukup terbuka.

Jumat, 02 Juli 2010

Asal ayam bekisar

Ayam Bekisar adalah jenis ayam hasil persilangan antara ayam Hutan Hijau (Gallus varius) atau ayam Hutan Merah (Gallus gallus) jantan dengan ayam kampung/lokal (Gallus domesticus) betina. Ayam ini diminati penggemarnya oleh karena suara kokoknya yang memikat dan keindahan bulunya. Ayam yang dipelihara sebagai ayam hias adalah ayam jantan karena Bekisar betina tidak pandai tarik suara dan lagi warna bulunya kumal tidak menarik.
Pada mulanya Bekisar hanya dapat dijumpai di Kangean, sebuah pulau kecil di sebelah Timur Pulau Madura, termasuk wilayah Kabupaten Sumenep. Bekisar pertama kali dibuat di pulau ini, kemudian Bekisar menyebar ke Pulau Madura dan di daerah ini Bekisar menjadi unggas kebanggaan masyarakat (ANONIMUS, 1991).
Saat ini penyebaran Bekisar telah meluas ke berbagai daerah di tanah air. Bahkan Propinsi Jawa Timur telah menetapkan Bekisar sebagai maskot dan fauna identitasnya. Sehubungan dengan itu, untuk menarik minat para turis dan menggalakkan pariwisata di daerah Jawa Timur, telah diambil kebijaksanaan yang mengharuskan adanya minimal sebuah sangkar berisi ayam Bekisar di depan setiap kantor instansi pemerintah (SUDIRO, 1993).
Warna Bekisar yang dihasilkan tergantung kepada warna betina ayam kampung yang digunakan. Dahulu hanya warna merah dan hitam yang disukai oleh penggemar Bekisar. Akan tetapi sekarang warna Bekisar telah sangat beragam setelah banyak peternak mengawinkan ayam hutan jantan dengan berbagai macam induk betina yang memiliki warna beraneka ragam, dan juga mengawinkan dengan berbagai rumpun ayam lokal seperti ayam Cemani, Pelung, Kate atau jenis ayam ayam lainnya, yang banyak dimiliki di berbagai daerah. Keindahan warna bulu
Bekisar bahkan saat ini telah dijadikan sebagai salah satu kriteria penilaian dalam lomba Bekisar. Ragam warna Bekisar pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam delapan warna favorit, yaitu merah, hitam, putih, kuning, wido, kelabu, blorok dan jali.
Walaupun ayam Bekisar yang ada saat ini beranekaragam namun ada beberapa macam yang telah terkenal keandalannya, yaitu Kisar Kangean Madura (dibentuk dari induk betina berbulu hanya satu macam, misalnya hitam, putih, kuning, merah dan abu-abu), Bekisar Multiwarna Solo (kaya akan warna dan suaranya sangat nyaring dengan ujung suara meninggi, ukuran tubuh sedang), Bekisar Putih Yogya (berwarna putih mulai dari paruh hingga telapak kaki kecuali jengger, pial dan cuping berwarna kemerah-merahan), Bekisar Hitam Parakan (hasil persilangan dengan betina ayam Kedu hitam, bentuk tubuh tinggi, besar, tegap dan berbulu hitam) dan Bekisar Merah Solok (hasil persilangan ayam hutan merah jantan dengan ayam betina Yungkilok) (SUDIRO, 1993).
TARIGAN dan HERMANTO (1991) mengemukakan bahwa suara kokok ayam Bekisar dianggap baik bila lagu kokoknya bernada dua ketukan, ada keserasian besarnya suara depan dengan suara belakang, tidak patah (terayun dengan mulus, halus dan lancar/tidak tersendat-sendat) dan suara kokoknya bersih (tidak ada konsonan “R”). Dua nada ketukan yang dimaksud adalah (1) Nada pertama (suara depan) harus : rendah, besar, tebal, panjang dan bersih; (2) Nada kedua (suara belakang) harus: tinggi, tebal, panjang, lurus dan bersih.

Kamis, 01 Juli 2010

Sekilas Ayam bekisar

Ayam Bekisar adalah hasil perkawinan antara ayam hutan jantan (gallus varius) dan ayam kampung betina/ayam buras (gallus domesticus).
Ada tiga jenis ayam bekisar, yaitu :
  1. Gallus aenus yang berjengger bergerigi 8 kecil, pial berukuran sedang, warna bulu pada lapisan atas ungu dengan plisir kuning emas.
  2. Gallus temminckii memiliki jengger bergerigi enam, pial berwarna jambu, bulu merah mengkilap dan berplisir merah kecoklatan.
  3. Gallus violaceus dengan jengger bergerigi bagus, ukuran pial sedang, warna bulunya ungu dengan permukaan yang halus.
Ayam bekisar memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran ayam kampung jantan, tetapi lebih besar daripada induk jantannya. Warna bulunya hitam kehijauan dan mengkilap. Memiliki suara yang halus dan cukup indah di dengar.
Ciri-ciri khusus dari ayam bekisar yang paling menonjol adalah bentuk bulu leher yang ujungnya bulat/lonjong bukan lancip. Jika dibandingkan dengan ayam jago biasa maka akan terlihat jelas, hal ini dikhawtirkan hobiis pemula salah dalam memilih bekisar yang akan dibeli. Bentuk ayam yang mirip sekali dengan bekisar adalah hasil silangan ayam bekisar dengan ayam kampung yang dinamakan bekikuk. Bentuk dan posturnya sama, hanya terkadang pial dan bulu lehernya yang berbeda.